Selasa, 04 September 2007

,yang kurasa.

dimatamu aku tak bermakna
tak punyai arti apa-apa
kau hanya inginkanku saat kau perlu
tak pernah berubah..


kadang ingin kutinggalkan semua
letih hati menahan dusta
diatas pedih ini aku sendiri
selalu sendiri...


serpihan hati ini kupeluk erat
akan kubawa sampai kumati
memendam rasa ini sendirian
ku tak tau mengapa
aku tak bisa melupakanmu...


kupercaya suatu hari nanti
aku akan merebut hatimu
walau harus menunggu sampai ku takmampu
menunggumu lagi........

Utopia, Serpihan Hati

maaf atas sgalanya

aku memang salah..
aku memang bodoh..
maaf..
semua salahku..
sempat ku tak bisa berpikir tadi..
sempat aku tak sadar akan segalanya..
ini aku..
kuberharap ..
kalian bisa menerimaku apa adanya..
tak ingin ku membenci..
tak ingin pula ku membenci..
maaf..
maaf..

*aku memang anak kecil yang terlalu labil untuk mengerti kenyataan*

maaf kalo hari ini medh menyebalkan
bikin kalian bingung sama sikap medh
buat kalian sebal pada medh
maaf........
medh emang sok!!
sok penting banget!!
jujur,, aku ga ngerti apa yang terjadi hari ini..
nggak berniat nggak senyum sama kalian..
tapi terlalu berat memang untuk membohongi di sendiri..
kalo medh kayak gini lagi..
medh janji,, bakal nyimpen dalem semuanya..
sampai nggak tecium bau dan ga keliatan jejaknya sama kalian..
sperti slama ini..
biar medh yang tanggung kebodohan medh sendiri..

mulai besok medh janji!!
bakal kasih kalian d best smile..
kayak dulu..

* senyum stiap saat!!*

sesuatu mengatakan aku harus menulis ini

Brmm…brmm…

Suara motor besar terus menderu di BRC. Dua motor sudah siap di garis putih bertuliskan start. Seorang pria mengibarkan bendera tanda dimulai. Dua motor pun melaju. Penonton hanya bisa melihat dari jauh, berharap tak ada polisi atau jalan ramai dini hari seperti ini.

Tikungan awal dilalui dengan mulus oleh kedua pembalap. Lalu saat tikungan kedua, seorang pembalap dengan motor birunya berhasil mendahului seorang pengendara mobil dengan kecepatan sangat tinggi. Para anggota tim sudah khawatir. Sedangkan di kubu pembalap dengan motor ungu gelap berharap kawannya akan berhasil memenangkan balap kali ini.

Sudah hampir setengah perjalanan. Dari tempat berkumpul yang terlihat kini hanya setitik cahaya. Untung saja ini di jalan raya, sehingga tak tertutup oleh pepohonan. Dari cahayanya, dapat dilihat salah satu motor berhasil mendahului lawannya. Posisi masih terus bertahan hingga tikungan terakhir. Sebuah kerikil hampir saja membuat salah satu pembalap tergelincir, tetapi akubatnya lawannya kini memimpin.

Jarak tinggal seratus meter lagi, dengan kecepatan seperti itu, bahkan jarak seratus meter dapat dilalui kurang dari lima detik. Kemudian, kedua motor berhasil kembali ke kubu masing-masing dengan selamat.

“ Yes!! Kita menang lagi. Loe hebat!!” kubu pemenang bersorak kegirangan, dengan ini rekor kemenangan mereka belum terpecahkan.

“ Ye… duit kita nambah lagi men.” Salah seorang dari kubu pemenang mengipas-ngipaskan uang seratus ribu dengan jumlah cukup banyak di tangannya.

“ Men?? Liat dulu donk yang balap!!” sang pembalap membuka kaca helmnya. Dia menepuk bahu Doni, temannya yang tadi memegang uang.

“ Aduh!! Mir, dimana-mana tu ya, kalo beginian ngomongnya men, kagak ada yang ladies,” protes Doni pada Mira, sang pembalap. Jangan heran, Mira memang sang pembalap. Satu-satunya pembalap cewek di Black Race Circuit. Sudah setahun terakhir ini Mira menjadi pembalap andalan di Geng Liquid Racer. Belum pernah Mira berhasil di kalahkan.

Tawa masih terdengar di kubu LR, lalu pembalap dari kubu lawan mendekat, menjabat tangan Mira.

“ Selamet ya. Gue masih belum percaya loe cewek,” kata Reza. Lalu Mira turun dari motor ungunya dan membalas jabat tangan Reza.

“ Percaya deh…” Mira membuka helmnya dan terurai lah rambut panjang Mira. Mira tersenyum, dan pergi begitu saja.

Mira membuka jaket yang dikenakannya untuk balapan malam ini. Lalu bergegas menuju mobil yang diparkir di ujung BRC. Mira memang pemilik motor ungu yang digunakannya tadi, tapi motor itu akan disimpan anak-anak RC di markas. Mira segera melempar helm dan jaketnya ke dalam mobil, lalu Mira menstater mobilnya dan dengan segera menginjak gas.

Lima belas menit kemudian, sampailah Mira di sebuah rumah berpagar coklat tinggi. Dengan perlahan Mira mengendap dan membuka gembok pagar. Tanpa suara Mira memasukkan mobilnya ke garasi.

“ Waduh Non Mira, saya kira siapa.” Suara Mang Usep, satpam Mira berhasil membuat Mira kaget setengah mati.

“ Eh!! Aduh, Mang Usep, jangan ngagetin saya donk. Jantung saya mau copot kan!” omel Mira.

“ Yah elah Non, saya juag jantungan ngeliat orang ngendap-endap masuk rumah,” mang Udin berkilah.

“ Ya udah deh Mang, saya masuk dulu ya…” Mira lalu bergegas menaiki tangga menuju balkon kamarnya.

Selamat bagi Mira, selama setahun Mira berhasil kabur dari orang tuanya, dan satu-satunya yang mengetahui rahasia Mira di rumah adalah Mang Usep.

Mira segera mengganti pakaiannya. Mira lalu mencuci mukanya. Mira lalu meyibakkan selimut di kasurnya dan segera melemparkan tubuhnya ke kasur. Tak perlu menunggu lama, Mira segera tertidur pulas di kasurnya.


“ Mira!! Ayo bangun!” teriakan Mami Mira segera membangunkan Mira dari tidurnya.

“ Udah bangun kok Mi,” kata Mira dengan suara masih mengantuk.

“ Mira, ini udah jam enam.” Kata-kata Mami Mira segera menyadarkan Mira.

“ Aduh, mati gue. Udah jam enam.” Mira berlari mengambil seragam di lemarinya dan segera mandi. Lima menit kemudian, Mira sudah duduk di meja mekan melahap roti bakar buatan maminya.

“ Mir, kalo makan jangan buru-buru donk!” kata Papi Mira.

“ Wad..duh.. Pi. Kal..llo ga burru-burrru nntar ttellat,” kata Mira terbata di sela kunyahannya.

“ Belum ngerjain peer lagi kan?” Tebakan Papi Mira langsung mengenai sasaran.

“ Ng…nggak kok Pi. Tadi malem Ita sms, katanya suruh dateng pagi. Piket!” kata Mira, bahkan Mira terkejut dengan ucapannya sendiri.

“ Oh, tumben kamu mau piket, padahal kamar kamu itu udah kayak kapal pecah,” kata Papi Mira.

“ Pi, Mi, Mira ke kamar dulu, belum sisiran.” Mira lalu ke kamarnya. Mira menyisir rambutnya dengan asal dan menyambar semua buku pelajaran dan berlari mennuju mobilnya. Dengan asal Mira melempar buku-bukunya dan segera menstater mobil. Dengan dua kali bunyi klakson, Mira segera keluar dari rumah dan tancap gas ke sekolah.

SMA Bangsa 3. Begitu yang tertulis di tempat parkir Mira. Jam di tangan Mira sudah menunjukkan jam tujuh jurang sepuluh menit.

“ Peer miss killer belum gue kerjain lagi!!” Mira berlari-lari sambil membawa buku pelajaran di gendongannya. Untung kelas 11-3, kelas Mira tak terlalu jauh dari gerbang depan.

“ Ita!! Pinjem peer… Buruan!!” Mira menyambar buku Ita, teman sebangku sekaligus sahabatnya.

“ Aduh, loe itu ya! Kalo bangun jangan siang-siang donk! Tapi, semalem gimana? Menang ga?” tanya Ota smabil memperhatikan Mira yang sedang menyalin pr.

“ Menang donk. Eh iya, lawan guie semalem tu Reza, anak SMA sebelah.” Kata Mira. Tiba-tiba Ita langsung menepuk Mira.

“ Beneran Mmir. Gila loe, gue ga nyangka dia anak racer juga. Terus-terus…”

“ Aduh!! Kira-kira donk loe. Ya udah ga gimana-gimana. Cuma salaman, terus udah.” Kata Mira sekenanya.

“ Waduh, gue juga mau donk!!” kara Ita.

“ Ya udah, ntar malem loe ikut gue aja ke BRC,” kata Mira.

“ Waduh, gue kan ga boleh keluar malem. Tapi, demi Reza, oke deh gue ikut. Ntar gue bilang aja gue nginep tempat loe,” kata Ita sambil senyum-senyum.

“ Ntar sore, loe langsung aja ke rumah gue. Pulang sekolah gue mau ke markas dulu, ambil gaji,” kata Mira sambil masih menulis kilat di bukunya.

“ Oke deh!”

Setelah Ita selesai berbicara, bel berbunyi dan mereka mengukuti pelajaran seperti biasanya. Di SMA, ada beberapa orang yang tahu rahasia Mira selain Ita. Ada beberapa pembalap juga di sekolah Mira. Setahun lalu juag yang mengenalkan Mira pada dunia balap adalah teman Mira bernama Nathan. Dulu mereka sangat dekat dan bersahabat, tapi Nathan harus berhenti dari dunia balap karena kecelakaan tiga bulan lalu. Sampai tiga bulan lalu, pembalap andalan LR adalah Nathan, tapi karena kecelakaan itu, Nathan tidak punya kendaraan lagi untuk balap dan orang tua Nathan sangat melarang Nathan ikut kegiatan seperti itu lagi. Sejak kejadian itu, Nathan menjauh dari Mira dan dunia balap.


“ Hei Mir. Ini bagian loe,” Doni segera memberikan bagian Mira saat Mira datang ke markas siang itu.

“ Makasih Don. Oh iya, ntar malem ada jadwal ga?” tanya Mira seperti biasa.

“ Ada, geng Black Idea nantangin kita semalem, loe mau ikut ga ntar malem?” tanya Doni.

“ Ikut lah. Kan gue masih butuh duit,” kata Mira.

“ Yah elah Mir, loe kan anaknya pejabat, masak iya kagak di kasih duit,” kata Doni.

“ Bukannya gitu, tapi kalo gue bilang buat apa, ntar mereka ngelarang gue. Waktu gue ambil tabungan gue buat beli tu motor aja, gue diintrogasi abis-abisan.” Mira jadi teingat ketika papi dan maminya mengintrogasinya selama semalam tentang tabungan Mira yang berkurang banyak. Untung Mira bisa berkelit dengan mengatakan untuyuk memperbaiki mobilnya.

“ Mmmm…. Jadi orang kaya kok susah,” ledek Doni. Mira langsung menepuk bahu Doni.

“ Emang loe kira enak?? Udah ah, ntar malem gue ajak temen. Gue pulang dulu ya…” Mira lalu pergi dan segera pulang.


“ Mir, rutenya pake rute tiga. Ati-ati sama tikungan empat,” kata Doni memberi pengarahan. Mira sudah siap di atas motornya. Setelah pengecekan akhir, Mira bersiap di garis depan.

“ Mir, ati-ati,” kata Ita dari barisan penonton.

“ Tenang aja Ta, Mira udahn kenal rute tiga kok,” kata Doni menenangkan Ita yang dari tadi terlihat gelisah. Doni dan Ita sudah saling kenal karena mereka teman satu SMP.

“ Tapi Don…” Ita terlihat sangat gelisah.

“ Udah deh Ta, tenang aja,” kata Doni.


Balapan dimulai. Mira memimpin di awal. Tinkungan awal bisa dilewati Mira dengan mulus. Di tikungan dua, lawan Mira berhasil menyusul. Lalu salip-menyalip pun terjadi, Mira berhasil memimpin di tikungan tiga dan lawan Mira hampir menyusul Mira di tikungan empat, terpaksa Mira memeprcepat laju motornya meskipun Mira tahu resiko di tikungan empat sangat besar, dan benar saja.

Suara hantaman benda keras terdengar di tempat BRC tempat Ita dan yang lainnay menunggu. Ita terlihat sangat pucat dan hampir menangis.

“ Don, itu suara apa?” Ita dengan penuh kecemasan bertanya pada Doni.

“ Gue juga ga tau Ta. Bentar, biar gue cari tau.” Doni segera bergabung di krumunan LR.

“ Mira kecelakaan…” salah seorang anggota LR memberitakan berita itu. Doni segera menghampiri Ita yang sudah terkulai lemas.

“ Ta… Mira…” Doni tak sanggup berkata.

“ Mira… Mira baik-baik aja kan Don?” Ita sudah berurai air mata ketika bertanya.

“ Mending kita sekarang ke rumah sakit tempat Mira dibawa anak LR di tikungan empat,” kata Doni.

Di setiap tikungan memang selalu ada perwakilan geng yang berjaga untuk keadaan seperti ini. Oleh anggota LR, Mira segera di larikan di rumah sakit. Motor yang di gunakan Mira terlihat hancur berantakan menabrak dinding pembatas.

“ Ita, Mira kenapa?” tanya Mami Mira begitu sampai di rumah sakit.

“ Tenang dulu Tante, sekarang Mira baru diperiksa,” kata Doni. Ita tak sanggup menjawab karena berurai air mata.

Mami dan Papi Mira terlihat shok dan segera mencari tahu penyebab kejadian tadi. Doni menjawab apa yang ditanya orang tua Mira. Setelah mendengar cerita Doni, orang tua Mira terlihat sangat kaget. Selama ini, Mira telah membohongi mereka. Tak terasa air mata sudah menitik dari mata Mami Mira.

Sudah dua jam, tapi dokter di ruang ICU belum juga mengabarkan keadaan Mira. Oarng tua dan teman-teman Mira semua berdoa demi kesembuhannya. Lalu, pintu ruang ICU pun terbuka.

“ Bagaimana keadaan Mira Dok?” Papi Mira langsung bertanya.

“ Maaf Pak, anda keluarganya? Mari ikut saya,” dokter dan Papi Mira berbicara di ujung lorong. Lalu, tak lama kemudain Papi Mira kembali ke ruang tunggu.

“ Gimana Pi?” tanya Mami Mira.

“ Mira sudah melewati masa kritis…” kata Papi Mira yang di sambut bahagia oleh semua orang di ruang itu.

“ Tapi, bisa saja Mira mengalami cacat. Itu baru bisa kita ketahui setelah Mira siuman,” Papi Mira melanjutkan kalimatnya. Kini, semua orang terlihat kaget. Ita lalu menitikan air mata lagi.


Keesokan harinya, Ita menemui Doni.

“ Ini semua gara-gara Nathan…” Ita berkata tanpa ekspresi. Lagi-lagi Ita menangis.

“ Ta, loe jangan sakut-bautin orang yang gat au apa-apa donk. Emang, Nathan yang ngajakin Mira ikut LR, tapi kan dia ga bermaksud…” sebelum Doni menyelesaikan kalimatnya, Ita memotong kalimat Doni.

“ Nathan yang ngerencanain ini semua Don!! Kemarin waktu pulang sekolah, ga sengaja gue denger Nathan lagi ngobrol sama anak LR, mereka lagi ngerencanain sabotase motor Mira. Mereka nyabotase motor Mira!!!” ita berteriak tak terkontrol. Isaknya terdengar semakin keras.

“ Maksud loe… Nathan..” Doni sangat shok dan tidak percaya dengan yang didengarnya barusan. Selama beberapa saat keadaan hening.

“ Gue harus nemuin Nathan…” Doni berjalan menuju mobilnya. Emosi di dada Doni sudah tak terbendung.

“ Don… loe mau apa? Ga penting ngurusin dia, mending kita mikirin Mira,” Ita berusaha menahan Doni.

“ Gue harus ngomong sama Nathan!! Dia harus tanggung jawab!!” Doni berhhasil melepaskan genggaman Ita.

. “ Gue ikut…” Kata Ita setelah berhasil menahan isaknya.


“ Misi Tante, bisa ketemu Nathan,” kata Doni setelah sampai di rumah Nathan, Rumah Natahn sangat sederhana, dan baru saja yang membukakan pintu untuk mereka adalah Ibu Nathan.

“ Sebentar, biar tante panggilkan…” jawab Ibu Nathan ramah.

Doni dan Ita membuat kesepakatan untuk membawa pergi Nathan dari rumah, bagaimanapun, mereka tetap memiliki hati nurani dan tak tega jika harus melihat Ibu Nathan shok nantinya.

“ Kenapa nyari gue?” Nathan keluar dari rumah, menjawab dengan nada kurang sopan.

“ Ikut kita sekarang!” Doni berkata datar.

“ Ngapain gue ikut kalian?” Nathan masih berkelit.

“ Kalo loe emnag jantan, ikut kita sekarang!!” Ita membentak Nathan.

“ Oke gue ikut. Jangan kalian pikir gue takut gertakan kalian, gue cuma ga tega liat nyokap gue,” kata Nathan. Lalu mereka bertiga pergi. Awalnya, Doni tak tahu harus pergi kemana, tapi kemudain Doni memutar setirnya ke arah rumah sakit.

Sesampainya di Rumah Sakit ada orang tua Mira yang masih menunggu Mira siuman. Mereka terlihat lelah dan pasti belum belum istirahat sejak tadi malam. Ita dan Doni dipaksa pulang oleh orang tua Mira, karena orang tua Mira tahu jika orang tua Ita dan Doni juga akan khawatir pada Ita dan Doni. Walaupun masih ingin menunggu di rumah sakit, Doni dan Ita tetap pulang karena menghormati orang tua Mira.

“ Tante, Om. Biar sekarang giliran kami yang jaga,” kata Ita kepada orang tua Mira. Mereka mengangguk percaya karena mereka sudah mengenal Ita sejak dulu.

“ Om dan Tante pulang dulu sebentar, mau ambil ganti baju. Nanti Om dan Tante balik lagi kesini,” kata Papi Mira. Setelah orang tua Mira pergi, Doni membuka keheningan di ruangan itu.

“ Liat Than, sahabat loe masih belum sadar, kenapa loe sama sekali ga khawatir?” kata Doni mencoba menahan emosi.

“ Mmaana guue ttahu…” kata Nathan terbata. Gugup.

“ Ga mungkin loe ga tahu!! Loe yang ngerencanain ini semua kan!!” emosi Ita tek terbendung dan langsung membentak Nathan.

“ Gue ga tahu!” Nathan membela diri.

“ Terus pembicaraan loe waktu itu?? Gue denger loe ngomong sama anak LR!! Semuanya!!” Ita membentak Nathan lagi. Nathan sama sekali tak menyangka, rencanya sudah terbongkar.

“ Ini bukan salah gue!! Ini salah dia sendiri,” bentak Nathan sambil menunjuk Mira.

“ Apa salah Mira?!?” sekarang Doni yang membentak Nathan.

“ Kalo bukan gara-gara dia, gue masih bisa main sekarang, gue masih bisa balap!! Tapi dia ngerusak motor gue dan gue kecelakaan!! Kalian tahu itu hah?!? Mira yang kalian banggakan itu pengecut!!” Nathan berteriak tak terkontrol.

“ Mira ga kaya gitu…” kata Ita.

“ Iya, Mira pengecut. Yang terakhir pake motor gue waktu itu Mira. Pasti dia yang udah sabotase motor gue!!” kata Nathan masih dengan nada marah.

“ Asal loe tau ya Than. Waktu itu Mira yang udah benerin motor loe. Loe tahu, anak geng lain udah nyabotase motor loe?? Mira tahu itu, dai langsung kasih tahu gua, dan kita benerin motor loe tanpa sepengetahuan loe!!” Doni membongkar rahasia Mira. Waktu itu, Mira berhasil memperbaiki motor Nathan sebelum Nathan main, tapi, ternyata geng lawan sudah memasang jebakan di salah satu tikungan waktu itu yang menyebabkan motor Nathan tergelincir. Jika saja Doni dan Ita tidak memperbaiki motor Nathan, bisa saja nasib yang lebih buruk akan menimpa Nathan.

“ Dan loe tahu, selama ini Mira ikut balap kaya gini kenapa? Dia mau gantiin motor loe. Dia udah ngumpulin uang sejak dia mulai menang balap.” Kata-kata Ota menyadarkan Nathan. Nathan lalu terduduk lemas. Menyesali perbuatannya.

“ Mira… dia udah nolong gue, tapi kenapa balesan gue…!!” Nathan menangis, tak kuasa menahan penyesalan.

Nathan terlihat snagat menyesal. Selama tiga hari, Natahn terus menjaga Mira dan…

“ Gue…” Mira membuka matanya setelah tiga hari.

“ Mir, loe dah sadar?” kata Nathan yang saat itu ada di sebelah Mira.

“ Mira…” orang tua Mira juga langsung menghampiri Mira.

“ Permisi, kami akan mengadakan pemeriksaan terlebih dahulu,” dokter sudah tiba dan segera memeriksa Mira.

“ Mira baik-baik saja kan Dok?” tanya Nathan.

“ Hasil pemeriksaan, Mira baik-baik saja, tidak ada yang perlu di khawatirkan.” Dokter lalu pergi. Orang tua Mira langsung bersyukur dan menghampiri Mira.

“ Mi, Pi… Mira minta maaf ya…” kata Mira.

“ Mira nggak salah. Udah, sekarang Mira istirahat dulu, Papi sama Mami mau ngabarin keluarga dulu,” kata Mami Mira.

Di ruangan itu tinggal Nathan dan Mira.

“ Mir...” Nathan mau berbicara, tapi Mira langsunga memotongnya.

“ Than… gue minta maaf… kesalahan gue bayak sama loe. Gue belum bisa ganti motor loe,” kata Mira.

“ Mir, gue yang salah. Gue minta maaf sama loe…” Nathan tak kuasa menahan emosi, Nathan lalu menangis.

“ Loe kenapa Than??” Mira bertanya dengan wajah bengong.

“ Nggak papa kok,” Nathan mengusap air matanya dan tersenyum melihat wajah Mira.

Sejak saat itu, LR dibubarkan. Mira dan Nathan kembali bersahabat. Mira, Nathan, Ita, dan Doni bersahabat hingga mereka dewasa. Terkadang kebahagiaan memang harus didapat dari pengorbanan.