Rabu, 12 September 2007

....

BRAK!!
Mira melampar buku berisi kumpulan puisi dengan sampul kertas minyak coklat paling membosankan sedunia. Mira baru saja mencoba menelaah sebuah puisi demi nilai tujuh di rapotnya.
" Arrgghh!!" Mira mengacak-acak rambuntya sendiri, frustasi karena tak satu pun puisi di buku itu dapat dipahaminya.
" Heh!! Kenapa sih loe, ribut amat. Gue lagi belajar nih!" sesosok perempuan muncul dari ambang pintu kamar Mira.
" Eh!? Gue gak papa kok," jawab Mira kaget.
" Kalo gitu bisa gak loe diem bentar aja, besok gue ada ulangan!"
" Iya deh Lil," Mira menjawab pasrah.
Lila nama perempuan tadi. Mira memang sudah tinggal di kos-kosan ini bersama Lila selama satu tahun lebih, tapi Mira tetap saja segan dengan Lila, bukan hanya Mira, tapi semua penghuni kos-kosan ini segan dengan Lila. Mungkin itu disebabkan gaya Lila yang berbeda dengan perempuan lainnya. Lila adalah maniak belajar dan sama sekali tak peduli kehidupan sosial disekitarnya. Terkadang Lila manis, tapi jika sedang marah, tak ada seorang pun yang berani membantahnya, seperti Mira tadi.
Setelah Lila menutup pintu dan menghilang dari pandangan Mira, Mira lega. Sebenarnya kepalanya sedang dipenuhi penat. Setelah mengamil buku yang dilemparnya tadi, Mila mengambil jaket dan berjalan keluar.
" Mir, mau kemana?" tiba-tiba seseorang memanggil Mira.
" Nggak kemana-mana kok Ta," Mira segera menjawab sekenanya.
Rita nama perempuan yang memanggil Mira tadi. Bukannya Mira ingin berbohong, tapi Mira ingin sendiri dan malas mendengarkan keluh kesah Rita yang tak ada habisnya. Rita selalu menganggap segala masalah yang dihadapinya sangat berat dan selalu ingin menceritakan kepada orang lain. Jika sudah terjebak untuk mendengarkan oe\cehan Rita, bisa-bisa satu hari penuh tanpa istirahat Rita terus bercerita.
" Oh, kirain mau kemana. Kalo mau pergi, ikut donk! Gue lagi ada masalah nih," kata Rita.
Ini bagian yang paling dibenci Mira.
" Waduh Ta, gue lagi ga bisa. Ada tugas. Jadi gue duluan ya," Mira langsung pergi dari ambang pintu kamar Rita, tempatnya berdiri tadi. Sempat ada raut kecewa di wajah Rita, tapi Mira yakin, masalah Rita tak lebih dari nilai ulangan merah.

Mira sudah sampai di sebuah taman. In masih jam dua siang, jadi taman yang biasanya dijadikan tempat bermain anak ini masih sepi. Mira lalu duduk di sebuah ayunan. Tangannya mulai membuka lembar buku yang dipengangnya.
Mira mulai membaca puisi yang tertulis di buku itu. Tentang cinta. Setelah tiga kalimat penuh dibaca MIra, lagi-lagi Mira merasa penat, ditutupnya lagi buku itu. Mira mulai mengayunkan ayunan itu. Awalnya perlahan, tapi kemudian semakin kencang dan tanpa disadarinya buku yang dipegangnya terlepas dari tangannya.
" Eh, bukunya!" Mira langsung menghentikan laju ayunan yang dinaikinya dan mulai mencari buku puisi tadi.
" Mana ya..." Mira masihmencari ketika ada seseorang memanggilnya.
" Mir... kenapa?" ternyata Rita. Di sebelah Rita, Lila sedang membaca sebuah buku. Sepertinya Lila menjadi korban Rita kali ini.
" Itu, buku yang tadi gue baca jatuh, sekarang gue lagi nyari," kata Mira. Mira tak akan sebingung ini jika saja buku tadi miliknya, buku itu milik gurunya.
" Waduh, kok bisa?" tanya Rita. Lila masih sibuk membaca buku yang disampulnya tertulis KIMIA.
" Tadi kelepas, terus sekarang ga tau dimana," kata Mira bingung.
" Ya udah deh, gue bantu cari," Rita membantu Mira mencari buku itu.
" Kalian nih ada-ada aj sih. Dari tempat kejadiannya aja mestinya udah ketahuan dimana tempat tu buku jatuh," kata Lila tanpa mengalihkan matanya dari bukunya.
" Hah?!? Dimana Lil?" tanya Mira penasaran. Akhirnya Lila melepaskan pandangan dari buku kimianya juga.
" Dilihat dari tempat jatuhnya dan kecepatan maksimal ayunan ini, mestinya jatuh di daerah sungai sana," Lila menunjuk sungai di belakang taman. Di balik ayunan itu memang ada sungai, tempatnya yang ada di bawah taman membuatnya menjadi pilihan terakhir untuk mencari buku itu.
" Waduh Li, serius loe. Sungainya kan jaug dibawah. Masak gue harus kesana, berasa turun ke jurang gue," kata Mira memandang ke arah sungai. Lila dengan santainya berjalan menuju pembatas taman dan sungai yang tak terlihat. Selisih tinggi dari tanah taman yang diinjak mereka saat ini dengan sungai sekitar dua meter, tidak terlalu tinggi memang, tapi jika jarak itu harus ditempuh dengan merosot di tanah miring yang curam, sepertinya tidak bagi Mira.
" Itu kan buku loe," kata Lila sambil menunjuk sesuatu. Dengan perlahan-lahan Mira dan Lila menuju pembatas taman, takut terperosok.
" Hah!! Iya!" kata Mira.
" Gimana cara ngambilnya Mir?" Rita bertanya dengan polosnya.
" Gue juga ga tau," kata Mira.
" Ya loe turun kesana donk," Lila berbisara santai.
" Tapi kan Lil..." Rita berusaha membantah.
" Udah deh, ikutin aja kata-kata gue. Gue pegang ni pohon, loe pegang tangan gue Rit, terus loe Mir, pegang tangan Rita sambil turun pelan-pelan." Rita dan Mira tak berani membantah dan melakukan apa yang dikatakan Lila tadi.
Mira turun dengan perlahan, hampir saja Mira terpeleset, tapi Rita menahannya. Mira turun lagi dengan perlahan. Mira sudah hampir mengambil buku itu, tapi...
" Aw...!" Lila terlepas dari pegangannya dan terperosok bersama Mira dan Rita. Mereka tidak tercebur ke dalam sungai, tapi mereka bingung bagaimana cara naik kembali ke atas. Akhirnya mereka memutuskan untuk berjalan berlawanan arah dari arus sungai, berharap ada dataran yang lebih rendah dari taman agar mereka bisa naik.
Sudah lebih dari satu kole, dan mereka mulai kelelahan, dan sepertinya tersesat, karena sekarang bukan lagi perumahan yang mereka lihat melainkan pepohonan yang rimbun.
" Aduh Lil,Mir, ini dimana sih?" Rita bertanya.
" Mana gue tau," Lila menjawab sekenanya, sementara Mira terlihat kelelahan.
" Istirahat dulu donk!" kata Mira.
" Ya udah, kita istirahat dulu di sini," kata Lila.
" Aduh...kaki gue pegel nih. Kenapa tadi gue ga bawa hp aja ya," Rita mulai mengeluh.
" Sama, kenapa juga tadi gue ga bawa hp," Lila menanggapi.
" Udah deh, masalah kita sama. Kita ga bawa hp dan terjebak disini. Udah mulai gelap, mendingan kita cari tempat istirahat yang lebih layak," kata Lila.
" Oke deh..." kata Mira. Mereka lalu berjalan lagi, tapi mereka semakin tersedat. Saat hari mulai gelap, mereka mulai ketakutan.
" Lil, Mir, tempat apaan sih ini, gue takut. Dingin..." Rita lagi-lagi mengeluh.
" Udah deh Rit, loe ga usah ngeluh terus. Kenapa ga loe usaha cari rumah or apa gitu daripada ngeluh," Lila mulai marah.
" Eh, sori Lil. Iya deh gue diem," Rita langsung diam.
" Hei, gue liat ada cahaya. Arah sana," kata Mira.
" Bener tuh. Kita kesana aja," kata Lila.
Mereka bertiga berjalan ke arah cahaya itu, rupanya dari sebuah pondok. Mereka segera menggedor pintu pondok itu. Seorang pria membukakan pintu untuk mereka.
" Maaf Pak, kami tersesat. Boleh kami minta tolong," kata Mira. Untuk beberapa saat pria itu memperhatikan mereka.
" Mari silakan masuk. Ini sudah malam, di luar akan sangat dingin," kata pria itu.
" Terima kasih," Rita langsung masuk disusul Mira, tapi sepertinya Lila agak sangsi untuk masuk.
" Ayo masuk." Mira menarik tangan Lila.
Akhirnya mereka bertiga masuk. Mereka dipersilakan beristirahat si sebuah ruangan yang berisi tempat tidur dan lampu minyak.
" Terima kasih Pak," kata Mira setelah mereka masuk ke kamar itu. Setelah pria itu menutup pintu, Mira dan Rita langsung duduk di kasur yang lkusuh itu.
" Bentar lagi kita pergi," kata Lila datar tiba-tiba.
" Hah?!? Kenapa?" tanya Mira.
" Kalian ni gak curiga sama sekali sama orang itu?" tanya Lila.
" Bapak itu baik kok. Kenapa harus curiga?" tanya Rita.
" Tinggal sendiri di pondok tengah hutan, menurut kalian apa?" tanya Lila.
Kreekk...
Terdengar pintu depan pondok dibuka. Beberapa pria masuk ke pondok. Beberapa dari mereka membawa minuman keras.
" Mereka ada di kamar," kata pria yang belakangan diketahui namanya Roni.
" Bagus!! Kita pesta malam ini!" jawab peia lainnya yang dipanggil Bang Jul.
" Hahahaha....." beberapa pria lainnya tertawa.
Lila, Mira dan Rita mendengar percakapan itu. Lila langsung berusaha membuka pintu kamar mereka, tapi terkunci.
" Sial!!" Lila mengumpat.
" Lil... kayaknya loe bener," Mira berkata dengan wajah tegang, sedangakan Rita pucat.
" Sekarang kita harus cari jalan buat keluar dari sini," kata Lila.
" Gimana caranya? Pintunya terkunci," kata Mira.
" Jendela!!" Lila langsung menuju jendela, tapi jendela itu juga terkunci.
" Gimana nasib kita...." Rita mulai terisak.
" Udah deh Mir, jangan ,ulai sekarang!" kata Lila. Tetap saja Rita menangis membayangakan nasibnya nanti. Mira berusaha menenangkannya.
" Gue ada ide!" kata Lila. Meraka segera merapatkan diri dan membicarakan rencana Lila.
" Harus ya Lil..." Mira terlihat ragu.
" Itu satu-satunya cara yang bisa gue pikirin sekarang, kata Lila.
Tek lama setelah mereka menyetujui rencana Lila, pintu terbuka dan seorang pria berwajah menyeramkan menyuruh mereka keluar.
" Inget rencana kita..." bisik Lila sebelum keluar dari kamar.
" Wah...wah... dari mana datangnya wanita-wanita cantik ini?" Bang Jul mulai menggoda mereka.
" Kita dari perumahan sana Bang..." jawab Lila centil.
" Eh!! Gue kira loe judes, ternyata loe anak nakal ya...." Bang Jul lalu menarik Lila.
" Ah, abang ini...." Lila menjawab masih dengan centil.
" Sini temenin gue minum," kata Bang Jul. Glek! Mira, Lila, dan Rita menelan ludah mereka. Lalu Lila berjalan dengan santainya dan merubah raut wajah tegangnya.
" Anak pinter..." kata Bang Jul lalu melingkarkan tangannya ke badan Lila. Lila terlihat agak kaget, tapi langsung merubah raut wajahnya.
Lila, Mira, dan Rita terus saja berakting dan berpura-pura sudah terbiasa dengan aroma minuman keras. Mereka juga berpura-pura meminum minuman yang diberikan oleh kawanan Bang Jul. Setelah beberapa jam, kawanan penjahat itu mulai terlihat mabuk.
" Sini Lil... gue kangen sama loe..." Bang Jul sudah mulai bertingkah laku kurang ajar. Lila menyingikr dari tempatnya, menjauh dari Bang Jul.
" Sekarang Mir, Ta..!!!" Lila membari komando. Tanpa disadari kawanan itu, di tangan masing-masing perempuan itu sudah ada botol yang siap mereka ayunkan.
Setelah aba-aba Lila, mereka memukul kepala beberap apria yang paling dekat dengan mereka. Mira berhasil membuat sorang pria pingsan, Rita bahkan sudah berhasil menyerang dua orang dan Lila memecahan botol itu di kepala Bang Jul. Mereka segara lari dari pondok itu. Di luar masih gelap, tapi berkat senter yang diambil Lilal dari pindok tadi, mereka bisa melihat dengan jelas.
Hari mulai terang ketika mereka sampai di pinggir sungai yang sebelumnya mereka ikuti. Mereka beristirahat sejenak setelah berlari semalaman.
" Capek... ba..nget nih gu..e," kata Mira ngos-ngosan.
Saat mereka sedang beristirahat, tiba-tiba beberapa kawanan Bang Jul muncul di dekat mereka. Mereka terkepung.
" Kalian pikir bisa kabur dari gue?!?" Bang Jul berdiri di depan Lila sekarang, jarak mereka hanya sekitar dua meter dan beberapa kawanan Bang Jul sudah mengelilingi mereka.
" Mati kita..." kata Rita.
" Betul! Kalian bakal mati!" Bang Jul dan kawanannya sudh mnegeluarkan senjata. Beberapa mereka bahkan mengeluarkan senjata api.
" Lari!!" Lila membei komandio, mereka bertiga langsung lari sebisa mereka. Lalu terdengar suara tembakan. Dor!!

" Lilllaaaa....!!!" Mira berteriak keras sekali.
" Heh!! Mir... bangun loe. Udah gue bilang jangan berisik, masih berisik aja!!" Lila menepuk pipi Mira. Mira pun terbangun dari tidurnya.
" Lila.. Loe ga papa??" Mira langsung memeluk Lila.
" Gue ga pap. Loe kenapa sih?" Lila bertanya keheranan.
" Kok ribut? Ada apaan?" tiba-tiba Rita sudah berdiri di ambang pintu kamar Mira. Mira segera berlari memeluk Rita.
Setelah Mira tenang, Mira pun menceritakan mimpinya. Mereka bertiga lalu tertawa mendengar cerita Mira. Mereka kini jauh lebih baik dari sebelumnya. Mira tahu, bagaimanapun Rita dan Lila, mereka adalah keluarganya di sini. Mereka menjadi sahabat tak terpisahkan sejak saat itu.
Mereka lalu berjalan keluar dan bercengkrama. Di kamar Mira tertinggal sebuah buku. Buku puisi yang sebelumnya dibaca Mira hingga tertidur. Halaman buku itu terbuka. Tertulis di buku itu
'Sahabat Sejati'
Jika memang kau kawanku
Maka akn kau berikan bahagiamu untukku.
Jika kau memang temanku
Ku yakin, kau akan menampung gundahku.
Jika kau sahabatku
Pasti kau akan merelakan hidupmu untukku
Walau senapan tepat di depan wajahmu
Tak akan kau pergi selangkah pun
Kau lah sahabat sejatiku
Selamanya sahabatku
wah..
libur2 gini ngapain ya?? smuanya sibuk!! lha aku.. cuma nonton tv doank di rumah,,
masih ada tugas sih,, tapi lebih tepat kalau diselesaikan pas masuk skul..
mmmm..... bsuk puasa!! artinya bntar lagi mudik.
pengen liburan euy.. ka bogor deui..
kapan ya??

lalalalalala...

^_^