Sabtu, 03 Mei 2008

ketika senja

Aku pernah merasa sepi, sendiri, dan tersiksa. Aku pernah menutup mata untuk melihat kenyataan. Aku juga pernah menutup telingaku untuk mendengar kebenaran. Ketika itu aku merasa seperti semut hitam kecil yang terdampar di dalam sebuah pulau besar yang berpenghuni raksasa-raksasa yang mengatur hembusan angin dan aliran air. Sayangnya, aku tidak bisa pergi atau mengelak. Ini sudah takdirku, bersanding bersama mereka yang aku tak tahu dan aku tak mengerti.

Suatu hari aku pernah mengutarakan keinginanku untuk menghilang saja dan pindah ke pulau lain. Pulau yang berpenghuni peri-peri yang sering menemaniku dulu. Rasanya saat itu aku tersiksa melihat gelak tawa mereka. Dulu peri-peri itu membawaku ke khayangan mereka untuk duduk dan tertawa bersama. Bukannya aku tak bisa sekarang, hanya saja, ada tembok pembatas yang harus aku sebrangi agar aku dapat sejajar dan mengerti dengan mereka.

Kala itu, aku ingin segera lepas dan pergi dari pulauku kini. Saat matahari terbit, malas sekali rasanya membuka mataku untuk melewatkan hariku di pulau ini. Setengah hati aku duduk di barisan depan pulau ini. Tak ada pekerjaan lain selain merenung. Mungkin sesekali aku mendengarkan suara burung-burung yang sering hinggap dan pergi dari pulau, namun batin ini tak menemukan ketenangan.

Aku tak bisa mengelak dari takdirku. Kucoba perlahan-lahan membuka hatiku untuk mengerti bahwa para raksasa itu memiliki hati yang berperasaan. Mereka juga memiliki pandangan yang menarik tentang hidup ini. Tapi aku ini hanya semut hitam kecil, bahkan aku tak tahu apakah mereka menganggapku sebagai salah satu penghuni pulau ini.

Suatu hari, aku muali melihat dan menemukan bahwa ternyata bukan hanya aku semut di pulau ini. Meski mereka bukan semut hitam kecil, tapi mereka juga semut yang merasa terkucilkan. Aku merasa kami senasib, walau terkadang kami tidak sepaham, tapi kami dapat mengimbangi satu dan yang lainnya. Awalnya aku merasa nyaman dengan mereka, namun didalam hidup ini tidak ada jalan yang hanya lurus saja tanpa kerikil dan lubang di dalamnya. Bahkan aku pernah terjatuh dan berbalik untuk tidak peduli lagi dengan mereka. Tapi aku tidak bisa. Pada akhirnya, hatiku dapat menerima jika mereka pun manusia biasa yang belum sempurna.

Bukan berarti masalahku selesai hanya karna aku menemukan sekumpulan semut lainnya. Aku masih harus menghadapi raksasa. Aku dan kawanan semutku terkadang merasa sangat membenci pulau ini. Kami lalu saling bercerita tentang pulau kami sebelumnya. Banyak kenangan indah dan kebahagiaan disana. Kami lalu membandingkannya dengan kehidupan kami. Kami hanya bisa terus saja mengalir mengikuti permainan para raksasa itu.

Awalnya, kami berusaha berenang melawan aliran permainan para raksasa itu. Namun kami tak berdaya dan terbawa arus mereka. Semakin jauh kami hanyut, semakin dalam kami tenggelam di dalam kolam raksasa itu. Awalnya aku masih berusaha menggapai permukaan agar tidak tenggelam seutuhnya, namun semakin dalam aku tenggelam, aku malah merasa nyaman dan hangat di dalam sana. Rupanya pintu hatiku mulai terbukan untuk menerima takdirku.

Semakin aku tenggelam di dalam aliran permainan raksasa itu, aku semakin merasa hangat dan bahagia. Ada satu hal yang aku dapat dari pulauku ini. Bukan hal yang baru, hanya saja lebih dari pulauku sebelumnya. Hal itu adalah cinta.

Kali ini aku termangun, bukan karna aku merasa sepi, tapi kali ini aku bisa melihat kenyataan dan mendengar kebenaran. Aku memang hanya semut hitam kecil, tapi aku ada, dan para raksasa itu selalu melindungiku, memberikanku kebahagiaan, memberiku segalanya hingga aku terasa sesak karena hatiku penuh kebahagiaan dan cinta. Aku merasa bodoh karena aku pernah berharap untuk bisa meninggalkan pulau ini.

Ketika senja ini, aku duduk diantara raksasa-raksasa yang kini bisa kusebut sebagai temanku, sahabatku, dan keluargaku. Semakin lama aku bersanding dengan mereka, aku semakin merasa bukan lagi sebagai semut. Aku kini telah tumbuh sebagai raksasa yang mendapatkan segalanya di pulau ini.

Terima kasih untuk sahabat-sahabat terbaikku, raksasa-raksasa yang terus melindungiku dan ada disampingku. Mungkin terdengar konyol, tapi aku merasa senang ketika mereka tersenyum padaku. Aku merasa tersanjung ketika mereka bertanya ada apa denganku pagi ini. Aku merasa ringan ketika mereka membantuku menyelesaikan masalahku.

Sekarang, aku merasa tidak bisa meninggalkan pulau ini. Aku ingin terus berbaring di pinggir pantai bersama keluargaku. Aku tidak ingin meninggalkan mereka. Tapi sayang, di samudera sana, badai besar telah siap memporak-porandakan pulauku hingga kami akan berpisah nantinya. Kami tidak bisa mengelak, kami tidak bisa menghindar. Badai itu tinggal sekejap mata, sebentar lagi aku akan meninggalkan pulau ini dan berpisah dengan sahabat terbaikku.

Hanya satu harapanku. Semoga badai itu membawaku ke pulau yang penuh cinta seperti pulauku saat ini.



*dedicated 4 pantat bersinar! Paguyuban Tentara Ipa Empat Bersama Siti Dinarti!!!*